- Trump menginstruksikan serangan terhadap Iran pada 21–22 Juni 2025 tanpa persetujuan Kongres, menimbulkan kontroversi konstitusional.
- Iran bereaksi keras dan mempertimbangkan penutupan Selat Hormuz, memicu lonjakan harga minyak & penurunan saham/global.
- Pasar bereaksi negatif; investor berpindah ke aset aman.
- Prospek jangka panjang: risiko regional meningkat, diplomasi makin sulit, eskalasi konflik jadi momok utama.
Presiden Donald Trump memerintahkan serangan udara besar-besaran ke tiga fasilitas nuklir utama Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan pada 21–22 Juni 2025, tanpa meminta persetujuan resmi dari Kongres AS . Dia menyebut operasi ini sebagai “sukses spektakuler” dan menegaskan fasilitas tersebut “dihancurkan total” .
Langkah ini menimbulkan kritik tajam dari sebagian anggota Kongres. Banyak senator dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, terutama dari Partai Demokrat, ditambah beberapa anggota Republik berpendapat tindakan itu melanggar Konstitusi karena tidak ada otorisasi resmi untuk konflik militer seperti ini . Sejumlah politisi, seperti AOC, bahkan menyebutnya sebagai “pelanggaran impeachable“.
Dampak dan Reaksi Global
Iran langsung merespons dengan ancaman balasan termasuk kemungkinan menutup Selat Hormuz, jalur vital bagi sekitar 20% pengiriman minyak dunia . Pemerintah Iran mengutuk serangan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional, sementara komunitas global dari PBB, China, Rusia, hingga Turki mendesak agar konflik ini diredakan dan dihadapi lewat diplomasi .
Dalam negeri AS, respons juga terbelah: sejumlah senator dan perwakilan Demokrat mengecamnya sebagai tindakan ilegal dan undang-undang perang diabaikan . Sebaliknya, kalangan konservatif dan pendukung Trump menilainya sebagai langkah berani yang melindungi keamanan nasional .
Efek ke Pasar Finansial
Serangan ini langsung memicu gejolak di pasar global. Harga minyak dunia meroket dramatis, naik lebih dari 10% dalam beberapa hari terakhir karena kekhawatiran terhadap gangguan pasokan lewat Selat Hormuz . Futures saham AS juga turun: Dow Jones melemah hampir 1,8% dan S&P 500 turun sekitar 0,7% . Sebagai respons investor memilih aset aman seperti emas dan franc Swiss .
Sebelumnya, kenaikan serupa sempat tercatat saat Trump mengeluarkan peringatan mendadak bagi warga di Tehran sebelum serangan Israel terhadap Iran, di mana minyak naik hingga 2–3% pada sesi Asia .
Efek Serangan Trump ke Iran Terhadap Pasar Indonesia
Serangan Presiden Donald Trump ke fasilitas nuklir Iran tanpa izin Kongres tidak hanya mengguncang geopolitik global, tetapi juga berdampak langsung ke pasar Indonesia. IHSG mengalami tekanan karena investor global cenderung menghindari risiko, sementara nilai tukar rupiah berpotensi melemah akibat arus modal asing yang berpindah ke aset aman seperti dolar AS dan emas. Kenaikan harga minyak dunia, yang dipicu oleh kekhawatiran terganggunya pasokan dari Timur Tengah, memperbesar potensi inflasi di dalam negeri, mengingat Indonesia masih mengimpor sebagian besar kebutuhan energinya. Hal ini juga dapat menyulitkan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter. Secara keseluruhan, konflik ini menambah tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia dan mempersempit ruang gerak kebijakan ekonomi dalam jangka pendek.
Perspektif Lain dan Prospek Ke Depan
Ahli kebijakan luar negeri memperingatkan bahwa meski serangan ini menunda kemajuan program nuklir Iran, risiko konsekuensi jangka panjang sangat tinggi. Potensi eskalasi—baik pembalasan langsung maupun oleh kelompok proxy Iran dapat membuka perang regional yang tak terkendali .
Menurut sebagian analis, Trump kini mempertaruhkan stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri demi strategi “peace through strength”. Jika konflik meluas, “mission creep” dan tekanan pada pasar energi global bisa menjadi ancaman serius. (reuters.com)